Kata Lontar berasal dari bahasa Jawa , ron dan tal yang berarti daun tal. Daun ini berasal dari pohon siwalan yang di keringkan dan di pakai sebagai media untuk menulis di masa lalu. Naskah naskah atau yang kadang di sebut manuskrip yang terbuat dari daun lontar ini di jadikan sumber informasi sejarah dan di simpan di meseum atau perpustakaan. Salah satunya dua lontar kakawin Ramayana yang tertua di simpan di perpustakaan Nasional R.I. lontar ini berasal sari Merapi-Merbabu, Jawa Tengah dari abad ke-16 Masehi. Sangat tua bukan?!
Jadi sangat di sayangkan jika teknik menulis di lontar ini harus musnah, hanya karena jaman sudah berubah dengan berkembangnya teknologi. Setidaknya anak cucu kita masih bisa melihat teknik penulisan dari masa lalu yang menjadi sumber sejarah. Dan Sekali lagi kita harus acungi jempol untuk masyarakat Bali yang sampai sekarang masih memproduksi lontar dan melestarikan teknik penulisan di daun lontar ini. kenapa di beri acungan jempol sekali lagi? Karena selain tetap melestarikan penulisan di lontar mereka juga konsisten menjaga dan melestarikan adat dan budaya mereka sampai sekarang.
Salah satu upaya pelestarian budaya seni menulis di lontar adalah dengan mengadakan perlombaan seni menulis di lontar secara periodik. Salah satu contohnya adalah lomba seni menulis aksara Bali ( di Jawa di kenal dengan ha na ca ra ka ) di lontar yang di adakan di PKB ( Pameran Kesenian Bali ) ke-13 di bulan Juni-Juli tahun 2011 di Art Centre Denpasar, Bali.
Lomba di adakan di salah satu stage performance yang di hiasi janur kelapa ( hiasan khas Bali ) dan beralas karpet. Suasana Nampak sunyi , jauh dari kebisingan karena di adaka pada siang hari, dimana saat siang itu tidak banyak pengunjung di Art Centre. Para peserta nampak tenang dan konsentrasi membuat ukiran aksara Bali dengan pengutik ( pisau khusus untuk mengukir lontar )di lembaran lembaran lontar sesuai dengan petunjuk tulisan apa saja yang harus mereka buat.
Dengan menggunakan alat yang namanya panyipatan, para peserta memberi garis pada lembara lontar supaya tulisan bisa rapi dan lurus. Kemudian mereka baru melakukan ukiran pada lontar dengan pengutik. Setelah selesai menulis, mereka meng hitamkan bilah lontar tersebut dengan kemiri yang sudah di bakar yang sampai mengeluarkan minyak. Kemudia baru dilap dan hasilnya ukiran tersebut nampak lebih tajam karena jelaga kemiri.
Dan tak lengkap jika tidak di ceritakan bagaimana proses pembuatan lontar. Jadi proses pembuatan lontar di mulai dengan memetik daun daun pohon siwalan. Biasanya pemetikan ini dilakukan sekitar bulan Maret/April atau September/Oktober karena pada bulan bulan ini daun daun siwalan sudah tua. Kemudian daun daun itu di potong secara kasar dan di jemur di bawah sinar matahari. Sehingga yang awalnya daun daun berwarna hijau menjadi kekuningan.
Kemudian daun daun itu di rendam dalam air yang mengalir dalam beberapa hari. Setelah itu baru di gosok hingga bersih dengan memakai kain atau serabut kelapa. Setelah bersih bisa di potong dan di pisahkan lidi lidinya.
Setelah proses pemotongan selesai maka daun daun tersebut di jemur kembali sampai kering bbaru di masukkan ke dalam kuali besar untuk di rebus bersama beberapa ramuan. Proses ini di lakukan supaya daun bersih dari kotoran struktur daun tetap bagus.
Proses perebusan ini memakan waktu kurang lebih delapan jam. Lalu daun daun tersebut diangkat dan kembali di jemur. Setelah kering di basahi dengan air supaya lembab.dan menjadi lurus. Baru keesokan harinya baru di ambil dan di bersihkan dengan kain lap.
Kemudian daun daun tersebut di tumpuk dan di press dengan alat yang di sebut pamlagbagan. Proses press daun ini bisa memakan waktu enam bulan. Namun setiap dua minggu di angkat dan di bersihkan.
Setelah proses pres selesai , daun daun tersebut di potong lagi sesuai ukuran yang di inginkan. Lalu di beri tiga lubang, kiri tengah, dan kanan. Lubang tengah ke lubang kiri harus lebih pendek sebagai penanda dalam menulis nanti.
Kemudian tepi tepi lontar di cat, biasanya warna catnya merah. Sekarang lontar tersebut siap di pakai. Biasanya di sebut dengan pepesan, dan selembar lontar biasanya di sebut dengan lempir.
Cukup ribet ya, pembuatan lontar ini?! emang kalo di banding jaman sekarang sih makan waktu and jadul. Tapi sekali lagi budaya masa lalu itu harus di lestarikan. Baiklah sekian dulu info yang aku bisa share kali ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar